
Kita mengandalkan program-program pemantauan lingkungan untuk mengetahui kondisi faktual lingkungan hidup di suatu tempat pada suatu waktu. Pemantauan lingkungan akan menjawab keingintahuan kita tentang, misalnya, apakah air sumur di dekat rumah kita layak untuk dikonsumsi atau apakah udara yang kita hirup masih baik bagi kesehatan kita. Informasi ini biasanya diinterpretasikan lewat data-data pemantauan lingkungan yang dikumpulkan secara rutin.
Namun tak jarang program-program pemantauan lingkungan tak menghasilkan data-data yang bisa memproduksi informasi yang kita butuhkan. Keadaan seperti ini dikenal sebagai DRIP (Data Rich, but Information Poor) Syndrome, kaya data tapi miskin informasi.
Merujuk Ward et al. (1986), para profesionals di bidang lingkungan hidup, terutama mereka yang mendesain dan melaksanakan program-program pemantauan lingkungan sangat menyadari hal ini. Tanda-tanda syndrome DRIP begitu meresahkan, kita punya banyak kegiatan pemantauan lingkungan, tapi berakhir dengan menimbun kertas-kertas di dalam folder-folder atau lemari-lemari penyimpanan sampai berdebu atau termakan rayap. Sementara itu, persoalan lingkungan semakin kompleks dan kita perlu informasi tentang kondisi lingkungan untuk memastikan keberlangsungan hidup kita di bumi ini.
Penyedia data biasanya tidak mampu memproduksi informasi karena (1) data-data yang dikumpulkan tidak cukup berkualitas untuk diolah menjadi suatu informasi, atau (2) tidak ada upaya pengelolaan data yang dilakukan oleh suatu organisasi. Sindrom DRIP bisa terjadi manakala program-program pemantauan lingkungan hanya dilakukan semata kegiatan rutin belaka. Kegiatan dianggap tuntas ketika kita selesai mengunjungi suatu tempat, mengumpulkan beberapa data, lalu membuat laporan pelaksanaan kegiatan. Laporan ini tidak memuat alasan-alasan rasional dilaksanakan suatu pemantauan, penyajian data-data pemantauan, penyajian informasi kondisi lingkungan, dan rekomendasi-rekomendasi untuk perumusan atau evaluasi manajemen dan kebijakan lingkungan.
Pentingkah Informasi Lingkungan? Siapa Yang Butuh?
Kita hidup di era antroposen, dimana aktivitas-aktivitas manusia akan berdampak pada alam kita. Kehidupan manusia berubah pesat dari waktu ke waktu, alam pun ikut berubah. Kita butuh informasi lingkungan untuk memastikan lingkungan kita masih baik-baik saja dan masih menunjang kehidupan sosial dan ekonomi kita selama hidup di bumi ini.
Tapi belum tentu semua orang menganggap informasi lingkungan penting. Sama halnya tidak semua orang butuh informasi tentang berat badannya, tekanan darahnya, kadar kolesterolnya, atau kadar gula darahnya. Mereka yang peduli kepada kesehatannya mungkin akan rutin mengunjungi dokter untuk medical check up. Mereka peduli pada bentuk tubuh mungkin merasa perlu membeli timbangan dan secara rutin memantau kenaikan dan penurunan berat badannya. Sama halnya, mereka yang punya isu dengan darah tinggi akan merasa perlu memiliki tensimeter di rumah dan memantau secara berkala tekanan darahnya. Pemantauan ini membantu mereka mengevaluasi pola makan dan pola-pola hidup sehat yang telah diterapkan. Para pengambil keputusan dan perumus kebijakan lingkungan memerlukan data-data lingkungan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kondisi lingkungan hidup di wilayah yang menjadi tanggung jawab mereka. Para pelaku usaha memerlukan informasi lingkungan untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan di tempat yang akan menjadi lokasi usahanya, merencanakan sistem-sistem pengendalian pencemaran yang perlu mereka terapkan, mengestimasi estimasi internalisasi biaya lingkungan, merencanakan sistem manajemen lingkungan, dan mengevaluasi efektivitas upaya-upaya pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan yang telah mereka lakukan.
Melihat Kembali Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan merupakan serangkaian aktivitas untuk mengamati dan mengevaluasi kondisi lingkungan dan pola perubahannya dari waktu ke waktu. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan kegiatan ilmiah. Ada standar ilmiah untuk melakukan kegiatan pemantauan lingkungan dan menarik kesimpulan terhadap kondisi lingkungan.
Kita tidak bisa suka-suka saja pergi ke lokasi A di suatu waktu untuk memantau, misalnya, pencemaran lingkungan. Harus ada alasan rasional mengapa kita memutuskan untuk pergi ke lokasi A pada waktu itu. Isu pencemaran apa yang ada di lokasi A? Apa yang harus kita selidiki di lokasi A untuk menyakinkan diri kita dan bercerita kepada seseorang dan sekelompok orang bahwa lokasi A telah tercemar atau berpotensi tercemar? Sumber pencemarannya darimana? Apa konsekuensinya jika lokasi itu tercemar? Apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Apakah ada kemungkinan pencemaran di lokasi A akan menyebar ke lokasi B?
Proses pemantauan lingkungan harus dimulai dengan penyusunan desain pemantauan (monitoring design). Di dalamnya termuat latar belakang dan tujuan pemantauan, metode ilmiah yang diterapkan, alokasi petugas dan dana pemantaua, serta analisa risiko yang berpotensi menghambat upaya produksi informasi. Penyusunan desain pemantauan biasanya melibatkan semua orang yang bertanggung jawab untuk memastikan data yang nanti terkumpul reliabel dan bisa diolah menjadi informasi.
Tujuan pemantauan biasanya beragam. Pemantauan lingkungan bisa untuk menilai kondisi lingkungan secara berkala, mengevaluasi kinerja-kinerja pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan, termasuk pengendalian pencemaran, memastikan penaatan terhadap regulasi-regulasi lingkungan, dan memprediksi kondisi lingkungan di masa depan.
Konsultasi dengan tenaga-tenaga teknis sepanjang proses desain pemantauan dan implementasi pemantau sangat penting karena lingkungan itu punya karakteristik yang unik. Udara, air, dan tanah itu sistem yang berbeda. Parameter-parameter yang dipertimbangkan dan ukuran kondisi lingkungan masing-masing sistem berbeda. Alam punya regulasinya sendiri. Kita butuh pakar yang membantu kita memahami karakter-karakter dasar dan pola-pola interaksi yang ada di alam.
Kritik Terhadap Pemantauan Lingkungan
Dalam artikelnya “Who Needs Environmental Monitoring”, Lovett et al., (2007) mengemukakan tiga kritik terkait kegiatan pemantauan kualitas lingkungan; tidak saintifik, mahal, dan boros. Lebih lanjut, kelompok ilmuan itu menjabar bahwa pemantauan lingkungan kerap hanya sarana untuk mendapatkan dana, namun data pemantauan tidak pernah digunakan. Data pemantauan juga belum tentu dapat berkontribusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan krusial di masa depan.
Kritik tadi bisa mendorong dua respon, penyepelean terhadap program-program pemantauan lingkungan atau dorongan untuk optimasi kegiatan pemantauan lingkungan untuk menghasilkan data yang reliabel atau berbuah informasi.
Pemantauan Lingkungan: Kegiatan Ilmiah
Hal ini sudah dibahas sebelumnya. Standar pemantauan memungkinkan kita punya data yang reliabel dan dapat berbuah informasi. Data sangat penting dalam merumuskan keputusan yang strategis. Data dibutuhkan untuk membangun narasi tentang bagaimana kondisi hari ini dan apa yang akan terjadi dimasa depan (Bernus & Noran, 2017).
Hanya saja, pemantauan lingkungan kerap rentan terhadap berbagai hambatan institusional dan politis (Biber, 2013), sehingga kerap kali proses ilmiah absen dalam decision-making atau konsultasi-konsultasi dengan tenaga-tenaga teknis tidak dilakukan.
Pemantauan Lingkungan Tidak Harus Mahal dan Boros
Pemantauan lingkungan memang membutuhkan biaya besar untuk membeli alat-alat sampling, instrumen untuk pengukuran, bahan kimia, dan sarana pendukung lainnya. Alam dan kita tidak berbagi bahasa yang sama, sehingga kita butuh sarana prasarana yang memungkinkan kita melakukan pendekatan dengan alam, menarik informasi sesuai dengan cara alam dalam membuka diri.
Pemantauan bisa efektif dengan biaya yang terbatas, sejauh desain pemantauan disusun dengan cermat sehingga ada produksi informasi seperti yang kita harapkan. Sedikit data dengan parameter yang konsisten dan aktivitas pemantauan yang rutin dilakukan jauh lebih baik daripada pemantauan dalam skala lokasi besar yang dilakukan tidak rutin dan parameter yang tidak seragam. Nilai data kadang tidak kita ukur dari mahalnya proses pengambilan data dan pengolahan informasi, tapi selama apa data tersebut bisa dimanfaatkan dalam decision-making. Biaya pemantauan bisa saja jauh lebih murah daripada biaya untuk implementasi kebijakan atau pemulihan lingkungan yang telah terdegradasi (Lovett et al., 2007).
Pemantauan akan menjadi mahal dan boros ketika prosesnya tidak ilmiah dan tidak memproduksi informasi yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kita tentang apa yang terjadi hari ini dan apa yang terjadi di masa depan.
Pemantauan Lingkungan Punya Manfaat
Data-data yang tidak berkualitas tentu tidak bisa memberikan informasi yang menunjang perumusan manajemen dan kebijakan lingkungan, atau sekedar menebus keingintahuan kita terhadap kondisi lingkungan yang kita tinggali.
Namun data pemantauan bisa saja diabaikan sekalipun berkualitas jika data itu tidak memuaskan kepentingan kita (Biber, 2013). Data pemantauan bisa saja bertentangan dengan kepentingan politik dan ekonomi sehingga enggan digunakan.
Relevansi Pemantauan Hari Ini Bagi Kebutuhan Informasi Di Masa Depan
Data-data pemantauan lingkungan yang baik itu menghasilkan informasi berkualitas dan berumur panjang. Dengan adanya perubahan lingkungan yang demikian pesat, data membantu kita merekam kondisi dan tren dari waktu ke waktu. Di masa depan, ada orang yang haus menagih data masa lalu demi memahami situasi pelik yang sedang berlangsung dan berupaya mengatasinya (Lovett et al., 2007). Di milenial ini, kajian lingkungan telah mengandalkan pengolahan data atau pemodelan lingkungan dengan berbagai software, namun semua itu sia-sia tanpa ketersediaan data-data yang berkualitas.
Pemantauan yang tidak efektif membuat kita kehilangan kesempatan menangkap fenomena-fenomena tertentu di lingkungan. Bisa jadi kita mengabaikan potensi dampak dan risiko yang mengancam keberlangsungan hidup kita atau anak cucu kita di kemudian hari.
Penutup
Mengutip Ward et al., (1986) kita perlu obat untuk mencegah sindrom DRIP ini. Pemantauan perlu dilakukan dengan perencanaan yang cermat. Evaluasi terhadap kegiatan pemantauan perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan tujuan pemantauan terpenuhi, termasuk disini apakah pemantauan menghasilkan data yang bisa mendukung pemahaman kita tentang kondisi lingkungan dan menjadi kompas bagi decision-making. Pemantauan bisa efektif dengan biaya yang rendah, asalkan kita paham apa esensi pemantauan dan siapa yang perlu dilibatkan dalam pemantauan.
Jauh lebih sia-sia membuang energi, waktu, dan biaya untuk data-data yang hanya berakhir di dalam folder, disimpan dalam lemari, dipenuhi debu dan dimakan rayap. Data bisa berumur panjang sejauh data memuat pengetahuan tentang apa yang ada di air, tanah, udara, dan kehidupan kita yang tak dapat kita jangkau karena keterbatasan-keterbatasan manusiawi kita.
Referensi
Bernus, P., & Noran, O. (2017). Data rich–but information poor. Collaboration in a Data-Rich World: 18th IFIP WG 5.5 Working Conference on Virtual Enterprises, PRO-VE 2017, Vicenza, Italy, September 18-20, 2017, Proceedings 18,
Biber, E. (2013). The challenge of collecting and using environmental monitoring data. Ecology and Society, 18(4).
Lovett, G. M., Burns, D. A., Driscoll, C. T., Jenkins, J. C., Mitchell, M. J., Rustad, L.,…Haeuber, R. (2007). Who needs environmental monitoring? Frontiers in Ecology and the Environment, 5(5), 253-260.
Ward, R. C., Loftis, J. C., & McBride, G. B. (1986). The “data-rich but information-poor” syndrome in water quality monitoring. Environmental management, 10, 291-297.