Review Buku: Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis – Paulo Coelho

Sungai Piedra demikian dinginnya hingga apapun yang jatuh di dalamnya – dedaunan, serangga, bulu burung – akan berubah menjadi batu. Mungkin melemparkan penderitaanmu ke dalam airnya adalah gagasan yang baik.”  

Paulo Coelho, Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis (hal.216)

Novel Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis karangan Paulo Coelho pertama kali terbit pada Tahun 1994. Saya sungguh senang bisa membaca buku ini setelah begitu lama tersimpan di rak buku. Novel yang saya punya merupakan terbitan Gramedia Pustaka Utama, cetakan kedelapan (November 2013) yang diterjemahkan oleh Rosi L. Simamora. Tebal buku ini sekitar 224 halaman. Saya menikmati buku ini selama dua hari dan mengagumi bagaimana Paulo Coelho sukses membuat saya ikut merasakan perasaan-perasaan tokoh utamanya.

Novel ini mengambil pola cerita orang pertama. Pilar, merupakan tokoh utama dalam cerita ini. Kesedihannya ditampilkan di awal cerita. Di tepi sungai Piedra, Pilar duduk dan menangis. Konon ada legenda bahwa segala sesuatu yang jatuh ke sungai itu akan berubah menjadi batu yang akan membentuk dasar sungai. Pilar berharap dapat melemparkan hatinya ke dalam sungai sehingga ia bisa melupakan segala penderitaannya.

Beberapa waktu sebelumnya, Pilar bertemu kembali dengan seorang lelaki yang menjadi cinta pertamanya. Mereka tumbuh bersama di Soria, suatu kota kecil di Spanyol. Suatu hari mereka berpisah. Lelaki itu melihat mimpi-mimpinya di luar Soria. Ia sesekali mengirim surat. Pilar kemudian pindah ke Zaragoza, dan menyadari betapa lelaki itu benar tentang Soria yang terlalu kecil. Pilar kemudian melanjutkan pendidikan di universitas dan memiliki kekasih. Namun kehidupannya tidak mudah dan akhirnya ia meninggalkan kekasihnya. Di tengah kegalauannya, datang surat dari lelaki cinta pertamanya. Ia mengundang Pilar menghadiri sebuah konferensi dimana ia menjadi pembicaranya.

Pertemuan kembali mereka membuat Pilar melihat bahwa waktu telah mengubah keduanya menjadi orang yang berbeda. Waktu telah memproses Pilar sebagai perempuan mandiri dan tegar. Sementara itu, pria yang diam-diam dicintainya telah menjelajah dunia dan menemukan pelarian pada kehidupan religius. Ia memutuskan untuk masuk seminari dan bertumbuh menjadi pemimpin spiritual dan karismatik yang dipuja banyak orang.

Setelah konferensi, pria itu mengajak Pilar melakukan suatu perjalanan bersama. Setelah sempat ragu, Pilar akhirnya menyetujui permintaan itu. Ini adalah keputusan yang tidak biasa ia lakukan dan menuntut keberaniannya untuk menepis pertahanan-pertahanan diri yang ia bangun sebagai seorang perempuan tangguh dan mandiri. Sementara itu, bagi si pria, perjalanan itu akan membantunya menghapus kebimbangannya untuk mengabdi pada panggilan Tuhan atau mengejar impian masa kecilnya untuk hidup bersama Pilar, perempuan yang masih dicintainya.

Di awal perjalanan mereka, sang pria memberikan sebuah medali tua kepada Pilar. Itu medali milik Pilar yang sempat hilang di masa kanak-kanak mereka. Si Pria menemukannya dan akan menyatakan cintanya saat memberikannya kepada Pilar. Tapi hal itu tak terlaksana sampai sebelas tahun memisahkan mereka. Pilar akhirnya mendapatkan kembali medalinya dan pernyataan cinta sang pria. Tapi hal itu membawa Pilar pada berbagai perdebatan batin.

Dalam perjalanan itu mereka menghadapi situasi-situasi dilematis untuk berani terbuka pada kehidupan personal mereka, apa yang telah mereka hadapi, dan apa yang mereka rasakan. Ada berbagai pergolakan dalam diri mereka ketika mereka menimbang keputusan-keputusan bagi masa depan mereka.

Dalam perjalanan itu, mereka saling membantu untuk memahami cinta, pada diri sendiri dan Tuhan. Hal ini membuka peluang-peluang mereka untuk merefleksikan pengalaman-pengalaman spiritual dan rasa cinta yang keduanya pendam dalam hati. Kehidupan tidak langsung berakhir baik ketika kita menyatakan rasa cinta pada Tuhan atau orang yang kita cintai. Novel ini menggambarkan kegembiraan dan penderitaan yang akan kita alami ketika mencintai seseorang atau Tuhan.

Novel ini punya elemen cerita cinta dan spiritual yang memikat. Hal ini memperkaya muatan-muatan dalam tema cinta lama bersemi kembali.

Ada beberapa bagian novel ini yang mungkin akan kurang dipahami orang non katolik, ketika Paulo Coelho membawa percakapan-percakapan terkait tradisi dan keyakinan umat katolik. Hal yang paling utama dan terus dibahas adalah peran-peran Bunda Maria dan apa yang bisa kita teladani dari-Nya. Karena kebetulan saya seorang katolik, membaca novel di Bulan Maria memberikan kegembiraan tersendiri. Saya tidak bisa menghindari membawa hal-hal personal terkait bagaimana memaknai rasa cinta, panggilan hidup, dan penderitaan lewat novel ini.

Tapi jangan kuatir, ada banyak refleksi filosofis mendalam lainnya yang bisa kita pakai untuk memberi dorongan-dorongan positif pada diri sendiri dan orang lain, tentang bagaimana menghadapi rasa takut, memaknai perjalanan hidup, menemukan kebenaran dalam berbagai pengamalan kebaikan, dan tentu saja bagaimana membangun rasa cinta bagi diri sendiri dan orang lain.

Kita menderita karena kita merasa telah memberikan lebih daripada yang kita terima. Kita menderita karena cinta kita bertepuk sebelah tangan. Kita menderita karena kita tidak dapat memaksakan aturan-aturan kita sendiri.”  

Paulo Coelho, Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis.

Di akhir cerita, kita akan menemukan alasan mengapa Pilar bisa sampai duduk di tepi Sungai Piedra dan menangis disana. Cinta telah membuat Pilar dan lelaki cinta pertamanya harus membuat keputusan-keputusan yang sulit.

Novel ini meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya. Novel ini punya banyak kutipan menarik yang bisa mendorong semangat dan refleksi-refleksi personal tentang bagaimana kita memaknai kehidupan. Yang paling utama, novel ini mendorong kita untuk berani mengambil risiko dan terbuka untuk mencintai dan dicintai. Cinta bisa diwujudkan dalam panggilan hidup religius atau dalam relasi dan ikatan dengan sesama manusia. Mencintai tidak bebas penderitaan tapi bisa membuat kita menemukan alasan-alasan untuk mensyukuri karunia-karunia Tuhan dan kehidupan kita.

Kamu harus membaca novel ini untuk tahu kemana kedua orang yang saling mencintai itu akhirnya melabuhkan hati mereka. Apakah si pria akan kembali ke biara dan Pilar ke Zaragoza? Ataukah keduanya akan mengunjungi rumah dimana si pria membayangkan satu kehidupan rumah tangga bersama Pilar? Pilar masih menyimpan kunci rumah dan medali yang diberikan pria itu di tasnya. Kedua benda itu mengikat kesepahaman mereka tentang cinta yang mereka sangat inginkan. Medali menghubungkan mereka dengan masa lalu dan kunci rumah pada masa depan.

Dalam perjalanan pulang, mereka akhirnya menemukan jawaban.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *