Book Review: MUSIM PANAS PENGHABISAN – Ricarda Huch

Musim Panas Penghabisan merupakan sebuah novel epistolary politik yang ditulis oleh Ricarda Huch, sastrawan dan intelektual perempuan terkemuka Jerman. Novel yang saya miliki diterbitkan oleh Moooi Pustaka dan diterjemahkan oleh Tiya Hapitiawati. Novel ini sungguh patut dibaca. Tebalnya hanya 151 halaman, tak terlalu tebal untuk sebuah novel dengan gaya bercerita yang menarik.

Novel ini termasuk salah satu karya fiksi favorit saya karena pola berceritanya yang mungkin tak lazim kita jumpai pada kebanyakan novel yang kita baca. Novel epistolary menampilkan rangkaian peristiwa melalui surat-surat,  journal, atau dokumen-dokumen. Dalam Musim Panas Penghabisan,  kita akan menikmati rangkaian cerita lewat surat-surat yang ditulis para tokohnya. Hal ini memungkinkan kita membangun intimasi dengan karakter dan pemikiran tokoh-tokohnya. Surat-surat ini berada pada rentang waktu selama bulan Mei – Juli, suatu masa liburan musim panas.

Musim panas itu menengangkan bagi keluarga Yegor von Rasimkara, seorang Gubernur di Rusia. Ia mendapat ancaman pembunuhan setelah menghentikan perkuliahan di universitas setelah mendapat perlawanan mahasiswa atas penangkapan seorang profesor yang mereka hormati. Ketegangan politik dan kondisi gubernur yang tak begitu sehat kemudian membuat ia mengambil cuti dan menghabiskan liburan musim panas bersama istri dan ketiga anaknya di pedesaan. Disana mereka didampingi seorang pengawal yang disewa istri sang gubernur untuk melindungi suaminya. Sang pengawal merupakan seorang pemuda intelektual yang belajar filsafat, berkarisma, dan bijak. Kehadirannya menenangkan hati sang istri dan karakter uniknya dikagumi anak-anak sang gubernur. Sayangnya, si pengawal merupakan orang yang disusup kelompok revolusioner untuk mengabisi sang gubernur.

Kekaguman berlebih kepada sang pengawal mulai agak berubah saat seorang putri sang gubernur jatuh cinta padanya. Selain itu, mulai muncul beberapa hal yang membuat para keluarga sang gubernur mempertanyakan kemisteriusan sang pengawal.

Novel epistolary ini sungguh nikmat. Melalui surat-surat yang ditulis Lyu sang penyusup kepada kawannya, Konstantin, kita bisa mengikuti bagaimana rencana-rencana pembunuhan sang gubernur disusun. Lewat surat-surat pula, kita bisa merasakan kondisi batin para anggota keluarga sang gubernur dan suasana rumah mereka dari hari ke hari. Surat-surat para tokohnya bisa panjang, bisa pendek, tergantung karakter para tokohnya dan apa yang mau mereka sampaikan. Kita bisa mengeksplorasi respon mereka dan peristiwa-peristiwa apa saja yang mempengaruhi mereka. Mungkin kita bisa terombang-ambing menebak-nebak kejujuran perasaan para tokoh lewat surat-surat yang disampaikan si tokoh kepada orang berbeda atau cerita-cerita yang disampaikan dalam surat dari tokoh satu ke tokoh lainnya.

Dalam novel ini, kita bisa merasakan ketegangan dalam konflik-konfik batin maupun pertentangan-pertentangan pendapat dalam sebuah keluarga, juga kasih sayang antar keluarga dan kenaifan dalam cara pandang manusia terhadap suatu keadaan. Menarik sekali membaca surat-surat sang istri, kedua anak perempuannya Jessika dan Katya, dan anak lelakinya Welya. Belakangan saya juga mulai menebak-nebak bagaimana perasaan Lyu. Surat dapat membuat kita terbuka mencurahkan isi hati atau mengelak apa yang kita rasakan.

Surat terakhir menutup novel ini dengan sangat mencengangkan. Hanya saja, saya tak bisa segera menutup novel. Kita sebagai pembaca punya kesempatan istimewa membaca surat terakhir dalam novel ini, surat yang tak pernah sampai kepada penerimanya.

* Untuk Adelaide yang juga membaca novel ini.

Share

1 thought on “Book Review: MUSIM PANAS PENGHABISAN – Ricarda Huch

  1. Thank you for introducing me to this book kak, setelah hibernasi l dari membaca novel fiksi. Sebuah novel akhirnya kembali membuat diriku berimajinasi adegam di tiap surat dalam novel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *