Book Review : Camino Island – John Grisham

Camino Island merupakan salah satu Novel yang ditulis oleh John Grisham. Novel setebal 336 halaman ini diterjemahkan oleh Lily Mayanti dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Novel ini bukan legal thriller tapi crime fiction, sehingga cenderung lebih ringan dibandingkan kebanyakan karya John Grisham lainnya. Ide novel ini muncul dalam perjalanan John Grisham bersama istrinya untuk menikmati pekan panjang di Pantai Florida. Ketika itu mereka mendengar tentang pencurian buku dan manuskrip langka. Grisham sendiri memiliki ketertarikan pada dunia buku langka.

Cerita Camino Island terfokus pada pencarian lima naskah asli buku yang ditulis tangan oleh F. Scott Fitzgerald, salah satunya the Great Gastby yang populer itu. Kelima naskah itu dicuri oleh sekelompok penjahat profesional dari ruang penyimpanan khusus di Perpustakaan Firestone, Universitas Princeton. Naskah-naskah tua itu diburu karena nilai asuransinya yang mencapai 25 juta dollar.

Setelah pencurian, dua penjahat ditangkap. Sisa pencuri kemudian meneruskan misi untuk mengamankan naskah dan menjualnya di pasar gelap. Rencana yang telah mereka susun tak berjalan mulus. Naskah-naskah itu berpindah tangan tanpa tertelusuri.

Seorang pencuri yang tersisa kemudian berburu kembali naskan-naskah itu. Ia harus bersaing dengan FBI, perusahaan asuransi, dan kampus yang awalnya menyimpan naskah-naskah itu. FBI yang masih menyelidik kasus itu dan berharap menangkap sisa pencuri. Perusahaan asuransi yang berharap mereka tak perlu mengeluarkan puluhan juta untuk naskah yang hilang. Sementara itu, pihak kampus jauh lebih menginginkan naskah itu kembali daripada menerima uang.

Pencarian kelima naskah curian itu akan membawa kita ke Camino Island, sebuah pulau wisata yang kerap dikunjungi para penulis selama tur untuk promosi bukunya. Naskah-naskah curian itu diduga telah berpindah ke satu lemari besi di ruang bawah tanah satu toko buku terbaik di seluruh penjuru negeri.

Tokoh buku itu dimiliki oleh Bruce Cable, seorang pebisnis buku dan penikmat buku yang tekun dengan pengetahuan yang luas tentang buku-buku dan dunia penulisan buku fiksi. Cable sangat populer di kalangan pelaku industri buku fiksi, termasuk para penulis, agen mereka, dan para penerbit. Ia sangat rajin mengadakan acara penandatangan dan diskusi buku di toko bukunya, serta menyambut para pelaku industri buku di rumahnya. Ia juga mengoleksi banyak novel edisi pertama dari banyak penulis. Nilai buku-buku yang dimiliki Cable menjanjikan kekayaan jika ia memperdagangkannya. Cable juga diam-diam mahir berdagang buku di pasar gelap selain yang resmi digelutinya.

Reputasi bagus Cable dan toko bukunya membuat penyelidikan terhadap pencurian naskah asli Fitzgerald di Pulau Camino menjadi tidak mudah. Karena itu, para penyelidik memilih Mercer Mann, seorang perempuan penulis sebagai mata-mata. Karir Mercer Mann tidak begitu bersinar. Novel pertamanya sukses dengan pujian, sementara novel keduanya tidak berhasil baik. Masalah finansial membuat ia tidak produktif. Ia mengambil pinjaman untuk membiayai kuliahnya dan pekerjaannya sebagai seorang dosen tidak terlalu menghasilkan banyak keuntungan. Ia bahkan baru saja berhenti dari kampus tempatnya mengajar ketika tawaran menjadi mata-mata datang padanya. Ia sempat menolah tawaran itu, tapi kemudian menerimanya karena ia butuh uang.

Mercer dianggap memiliki latar belakang yang sempurna sebagai mata-mata. Mercer mewarisi pondok neneknya di Pulau Camino. Disana ia menghabiskan masa kecilnya dengan nenek kesayangan yang membesarkannya. Kisah indahnya disana menjadi inspirasi novel pertamanya dan banyak orang masih memuji bakat menulisnya. Mercer jarang kesana setelah si nenek meninggal. Tapi, ia akan kesana lagi dan berpura-pura mencari inspirasi menulis di pondok neneknya sambil menyelidik apakah Bruce menyimpan lima naskah Fitzgerald di ruang bawah tanahnya. Bruce Cable tidak akan mencurigainya dengan latar belakang sesempurna itu.

Lewat novel ini kita akan melihat bagaimana Mercer menjadi mata-mata, apakah ia lihai dan apakah misinya akan berhasil. Selain itu, kita akan memastikan apakah benar dugaan bahwa kelima naskah curian itu ada di lemari besi tokonya Cable? Jika iya, bagaimana naskah-naskah itu bisa sampai disana? Lalu, siapa yang akhirnya beruntung mendapatkan naskah-naskah Fitzgerald yang bernilai puluhan juta dollar itu? Apakah Mercer, si pencuri yang masih buron, FBI, perusahaan asuransi, atau kampus?

Kita akan menemukan jawaban melalui kisah-kisah tentang buku, penikmat buku, penulis, dan bisnis buku. Kita juga mesti siap dengan plot twist di akhir cerita. Saya menyukai John Grisham karena hal ini. Akhir ceritanya bisa bertentangan dengan ekspektasi kita, membuat kita menagih lebih banyak cerita atau memperkirakan beragam kemungkinan karena pilihan-pilihan yang dibuat para tokohnya. Tapi di akhir cerita yang mengejutkan itu ada pesan moral yang secara tidak langsung bisa kita tangkap. Novel ini mengecewakan orang-orang yang lebih suka menikmati novel-novel legal thriller yang ditulis John Grisham. Tapi John Grisham juga ingin menulis beach book, buku yang ringan dan mudah diikuti. Camino Island seperti mengabulkan keinginan itu. Saya sendiri tidak kecewa dengan buku ini, saya malah senang ada buku ringan dari penulis favorit saya. Saya menikmati novel ini seperti saya menikmati Skipping Christmass setelah membaca The Partner. Pesona dua novel itu tampak bertolak belakang tanpa kehilangan gaya khas John Grisham dalam memproduksi akhir-akhir cerita yang mencengangkan dan membuat kita terus berburu karya-karyanya.

Camino Island merupakan salah satu novel yang bisa mengeluarkan John Grisham dari cerita-cerita yang terpusat pada proses-proses hukum yang rumit. Novel ini membuat saya ingin membaca lagi Skipping Christmass dan menunggu karya-karyanya yang lain selain yang satu ini.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *