Book Review: Berani Tidak Disukai – Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga

Bukankah lebih menyenangkan jika kita disukai banyak orang? Mengapa kita mesti berani untuk tidak disukai?

Judul buku ini langsung menarik perhatian saya. Saya membelinya karena saya butuh dukungan moral saat sedang bergumul dalam satu situasi dimana saya tidak disukai karena suatu keputusan yang saya buat berdasarkan beberapa nilai dan prinsip hidup yang saya pegang teguh.

Hanya saja, saat pertama kali membuka bukunya, saya agak ragu apakah saya sanggup membacanya sampai selesai. Format dialog dalam buku ini membuat saya skeptis dan banyak hal di bagian-bagian awalnya tidak bisa sepenuhnya saya terima. Tapi semakin saya membaca, dua hal itu menjadi pengalaman yang perlu ada supaya saya bisa lebih paham apa yang disampaikan penulisnya. Buku ini menarik. Ini adalah buku untuk siapa saja yang sedang mencari cara-cara untuk meraih kebahagiaan dan kebebasan sejati. Salah satu kuncinya adalah BERANI TIDAK DISUKAI!

Identitas  Buku

Berani Tidak Disukai adalah buku non fiksi karya dua penulis Jepang, Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga. Buku ini telah terjual lebih dari 3.5 juta eksemplar dan menjadi international bestseller. Buku ini telah mempengaruhi dan mengubah hidup banyak orang.

Gramedia Pustaka Utama menerbitkan buku ini dalam versi Bahasa Indonesia yang diterjemahkan oleh  Agnes Cynthia. Buku setebal 350 halaman ini menyajikan jawaban-jawaban sederhana dan langsung terhadap upaya-upaya kita untuk mencari kebahagiaan melalui teori psikologi Alfred Adler, seorang psikolog Austria yang merupakan salah satu tokoh psikologi penting dunia abad ke-19 selain Sigmund Freud dan Carl Jung.

Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga meminati teori Adlerian tersebut. Teori ini menjadi fokus studi Ichiro Kishimi, yang merupakan seorang filsuf dan psikologi. Ia juga mendalami filosofis Klasik Barat, terutama filosofi Plato dan juga psikologi Adler. Ia telah banyak menerjemahkan karya-karya Alfred Adler ke dalam Bahasa Jepang. Sementara itu, Fumitake Koga adalah penulis profesional yang telah memenangkan berbagai pengharagaan. Karya-karyanya di bidang bisnis dan non fiksi selalu laris terjual.

Kolaborasi Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga dalam buku Berani Tidak Disukai menghasilkan satu karya inspiratif yang amat menarik. Buku ini membahas teori-teori psikologi Adler yang terfokus pada psikologi individual dengan contoh-contoh sederhana dalam kehidupan harian kita. Buku ini menawar jawaban-jawaban sederhana dan langsung untuk meraih kebahagiaan. Hanya saja, kita perlu membaca buku ini dengan pikiran terbuka supaya tidak keliru mengadopsi gagasan-gagasan Adler dan bijak dalam menerapkannya.

Membaca Dengan Pikiran Terbuka

Bagi saya, buku ini secara umum punya dua keunggulan: format dialog dalam penulisannya dan kesederhanaan bahasa yang digunakan sehingga mempermudah kita mencerna psikologi Adler. Tapi ada banyak penyederhanaan yang perlu kita cermati dengan baik jika mau menimba manfaat dari psikologi individual yang menjadi inti aliran Adlerian. Bagaimanapun, ada banyak kritik terhadap psikologi Adler.

Format Dialog

Format dialog antara seorang pemuda dan seorang filsuf dalam buku ini memperlancar penyampaian teori-teori psikologi Adler. Ada lima malam percakapan yang terjalin antara mereka.  Setiap malam perjumpaan memiliki semacam satu tema besar dengan beberapa topik di dalamnya. Kelimanya adalah:

  1. Menyangkal keberadaan trauma
  2. Semua persoalan adalah tentang hubungan interpersonal
  3. Menyisihkan tugas-tugas orang lain
  4. Di manakah pusat dunia ini
  5. Hidup dengan sungguh-sungguh di sini pada saat ini

Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga mengadopsi pola dialog-dialog dalam penyampaian ajaran filosofis Socrates. Filsuf besar ini tidak memproduksi karya-karya tulis dalam hidupnya. Ia memilih berdebat di depan umum dengan warga Athena, khususnya anak-anak muda. Pikiran-pikiran Socrates kemudian tersebar melalui Plato yang tekun merekam dialog-dialog Socrates dan memahaminya dengan baik. Adler pun bukan bukan seorang intelektual di belakang meja. Ia menyukai dialog-dialog personal di kedai-kedai kopi di Wina dan gemar mengadakan diskusi dalam komunitas-komunitas kecil.

Mengadopsi pola-pola dialog para filsuf tersebut,  Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga berharap bisa fokus pada kebimbangan yang mungkin terselip dalam hati kita (para pembaca) ketika berhadapan dengan Teori Adler. Dialog memungkinkan kita tidak terburu-buru mencari jawaban. Jadi, kita harus tabah membaca sampai menemukan jawaban. Jika ada keragu-raguan dan penolakan, itu hal yang wajar. Lagipula sang pemuda terus menerus menantang sang filsuf sampai bagian terakhir buku ini. Jadi, ada porsi berimbang yang memungkinkan kita membuat pertimbangan terhadap gagasan-gagasan Adler.

Psikologi Individual

Gagasan-gagasan Adler bertolak belakang dengan Freud dan Jung. Adler terfokus pada psikologi individual. Dalam teori Adler ada yang disebut teleologi, ilmu yang mempelajari tujuan dari fenomena tertentu ketimbang penyebabnya. Jadi, penekanannya pada tujuan bukan penyebab. Hal ini berbeda dengan Aetiologi, studi tentang sebab-akibat.

Psikologi individual ini memberi banyak manfaat untuk mencapai kebahagiaan, namun perlu hati-hati dalam pengadopsiannya.

Dalam gagasan Freud, luka batin (trauma) diterima sebagai penyebab kita tidak bahagia. Sebaliknya, psikologi Adler mendorong kita untuk menyangkal trauma. Trauma adalah sesuatu yang kita artikan sesuai tujuan kita. Demikian halnya, emosi juga dipandang sebagai cara manusia untuk memperoleh tujuan. Pandangan-pandangan tersebut memanen kritik karena dianggap terlalu optimistik dan determistik dan berpotensi terlalu menyederhanakan bagaimana masa lalu berdampak bagi seseorang.

Psikologi Adler ini terlalu fokus pada individu sebagai satu-satunya yang bertanggung jawab dalam mewujudkan kebebasan dan kebahagiaan sejati. Faktor-faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi seseorang tampak diabaikan, termasuk di dalamnya aspek-aspek spiritual. Sehingga banyak kontradiktif argumen bisa saja muncul ketika kita mendapati pembahasan tentang hubungan interpersonal atau tentang interaksi sosial antara individu.

Karena itu, saya memandang psikologi Adler sebagai sesuatu yang memperkaya perspektif berpikir saya ketika akan mengambil suatu keputusan. Saya mungkin akan menggunakan beberapa aspek penting dalam aliran Adlerian dalam dialog-dialog intim dengan diri sendiri ketika saya butuh dorongan-dorongan positif untuk membebaskan diri dari suatu penderitaan.

Jawaban Untuk Meraih Kebebasan Sejati dan Kebahagiaan

Psikologi Adler bisa membantu kita menerima eksistensi kita sebagai seorang individu dan anggota masyarakat. Penghargaan terhadap orang lain dimulai dari penghargaan terhadap diri sendiri. Jika kita positif, kontribusi-kontribusi positif bisa kita berikan untuk kebaikan banyak orang. Hal ini dimulai dengan rasa bebas mengimplementasikan talenta yang kita punya dan yang paling penting membunuh keraguan dengan berani untuk tidak disukai!

Dalam bingkai pemahaman itu, berikut ini adalah beberapa aspek menarik dalam psikologi Adler yang bisa kita dapatkan dalam buku Berani Tidak Disukai.

Manusia Bisa Berubah

Psikologi Adler mengangap trauma sebagai sesuatu yang kita artikan sesuai tujuan kita. Terkurung dalam masa lalu membuat kita menderita. Bahkan seseorang dengan karakter tenang dan tiba-tiba emosi dalam keadaan tertekan pun emosinya yang tak terkontrol dianggap reaksi untuk mencapai tujuan; menarik perhatian orang.

Tapi di sisi lain, pandangan tadi bisa kita terima sebagai dorongan untuk memaafkan diri sendiri dan menghargai nilai diri kita. Untuk bebas dari penderitaan, kita perlu berani untuk mengambil sikap-sikap positif. “Kita tidak ditentukan oleh pengalaman kita, namun arti yang kita berikan pada pengalaman-pengalaman itu menentukan dengan sendirinya “ (hal. 13).

Kehidupan kita hari ini ditentukan oleh bagaimana kita memberi makna pada peristiwa-peristiwa masa lalu. Karena itu, dalam psikologi Adler, “kita tidak dikendalikan oleh masa lalu” (hal. 21). Kita juga tidak dikendalikan oleh emosi. Disini kita punya kemampuan untuk mengontrol bagaimana kita merespon suatu situasi. Jika tujuan kita untuk kebaikan, mungkin rasa marah bisa kita kontrol. Ini berat tapi bukan tidak mungkin dilakukan.

Psikologi Adler juga menekankan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang kita pilih bagi diri sendiri. Kadang kita terlalu fokus pada kelemahan kita (fisik kita atau ketidakmampuan tertentu). Namun yang penting adalah bagaimana kita memanfaatkan apa yang kita miliki. Kepribadian kita mungkin tidak bisa berubah, tapi gaya hidup bisa kita ubah.

Semua Persoalan Adalah Tentang Hubungan Interpersonal

Psikologi Adler menekankan bahwa persoalan kita adalah tentang hubungan interpersonal. Masalah kita akan selesai jika hubungan interpersonal menghilang dari dunia; kalau manusia hidup seorang diri saja di alam semesta ini. Bahkan jika kita hidup seorang diri di suatu pulau terpencil, rasa kesepian akan muncul jika kita memikirkan orang lain atau kita merasa dikucilkan dari orang lain.

Ini tentu saja bisa sangat bertentangan dengan esensi paling dasar dari eksistensi manusia, yaitu hidup dengan orang lain.

Tapi disini ada beberapa poin yang menarik jika gagasan ini kita pakai untuk menanggapi perasaan-perasaan inferior kita. Psikologi Adler menegaskan bahwa perasaan inferior adalah asumsi yang subjektif. Rasa minder, misalnya, merupakan penilaian pribadi kita terhadap diri sendiri dan jauh dari fakta objektif. Subjektivitas memungkinkan kita memilih sendiri suatu penilaian. Subjektivitas memungkinkan kita mengubah objektivitas yang ada. Karena itu, kita bisa memanfaatkan subjektivitas untuk memaknai rasa minder ini. Perasaan inferior bisa tidak buruk saat kita menjadikannya sebagai pemicu untuk bekerja keras, meningkatkan potensi diri dan berorientasi untuk bertumbuh positif. Hubungan interpersonal bisa membuat kita kuatir dengan penampilan kita atau keterbatasan-keterbatasan kita. Psikologi Alder mendorong kita untuk tidak hidup dalam persaingan, menyangkal hasrat untuk diakui, dan jangan hidup demi memenuhi ekspektasi orang lain. Dengan kata lain, kita harus menjadi versi terbaik diri kita bukan versi kedua orang lain. Saat kita hidup dengan berharap pengakuan dari orang lain, kita akan menjalani kehidupan orang lain. Banyak hal akan kita lakukan dengan tujuan untuk diakui atau dipuji dan kita akan geram atau kecewa jika tak mendapatkannya.

Pembagian Tugas

Berdasarkan psikologi Adler, pembagian tugas bisa mengatasi penderitaan karena hubungan interpersonal. Lakukan tugas kita. Jangan ambil atau intervensi tugas orang lain. Ada yang perlu diperhatikan disini, tanggung jawab dalam kehidupan bersifat setara tapi tugas bisa berbeda pada setiap individu.

Hal ini bisa dengan mudah kita pahami melalui relasi-relasi orang tua dan relasi dengan rekan kerja di kantor. Kadang orang tua mengambil tugas atau mengintervensi tugas anak dalam membuat keputusan, seperti memilih bidang pendidikan yang diminatinya. Atau di kantor, ketika kita gelisah dengan ketidakmampuan seseorang dalam melaksanakan tugasnya, kita bisa saja mengorbankan diri dengan melakukan tugas orang lain dan membiarkan orang tersebut tidak terdorong untuk meningkatkan kompetensi dan  berkontribusi sesuai tanggung jawab yang diembannya. Intervensi tidak dianjurkan tapi dorongan perlu diberikan. Tugas peningkatan kompetisi diri untuk bisa berkontribusi dengan lebih baik sesuai bidang tugas bukan tanggung jawab kita. Hal ini harus hadir dari kesadaran personal orang itu dari bagaimana ia memberi makna pada tanggung jawabnya. Selain itu, kita disarankan untuk tidak memberikan penilaian yang memungkinkan adanya perbandingan bahwa seseorang jauh lebih baik dari yang lain. Ketika tanggung jawab setara bagi setiap orang, rasa terima kasih perlu ada ketika seseorang dalam kapasitasnya mampu melakukan tugas-tugasnya dengan sepenuhnya.

Kebebasan Sejati

Dalam kehidupan, “kita harus menggunakan kebebasan dan hidup dalam kebebasan”, (hal. 168). Kebebasan sejati adalah ketika kita bisa hidup sesuai prinsip-prinsip kita.

Terkait pembahasan sebelumnya, pembagian tugas memungkinkan kita memastikan mana yang bisa diubah dan mana yang tidak. Jika ada yang diluar prinsip, selalu ada ruang untuk menolak dan ada pula ruang untuk mengusulkan suatu cara yang lebih baik dalam menangani sesuatu (hal. 234).

Tidak disukai jelas membuat kita sengsara… Ada harga yang harus dibayar ketika seseorang ingin menggunakan kebebasannya. Dan harga dari kebebasan dalam hubungan interpersonal adalah dibenci orang lain….”, (hal. 169).

Keberanian untuk tidak disukai adalah keberanian untuk bahagia.

Perasaan Sosial dan Kepasrahan Positif

Dalam psikologi Adler, perasaan sosial terwujud melalui penerimaan diri, keyakinan pada orang lain, dan kontribusi terhadap orang lain. Sementara itu, kepasrahan positif memungkinkan ketiga hal itu, termasuk dalam pembagian tugas.

Jika kita positif, kontribusi bagi kehidupan sosial bisa terwujud tanpa dibayangi kegelisahan tidak diakui. Hasrat diakui menurut gagasan Adler adalah suatu hasrat yang universal. Kontribusi pada orang lain tidak berkonotasi pengorbanan diri. Kontribusi bisa dipahami dengan mudah lewat bekerja. Kita bekerja tidak untuk mencari uang saja. Saat kita bisa berkontribusi maka pengakuan menjadi tidak penting, sebab bukan kita yang memutuskan manfaat dari kontribusi kita, ini tugas orang lain.

Hanya saja, supaya kita tidak menderita, pemahaman terhadap masyarakat dalam teori psikologi Adler harus dilihat dalam cakupan yang luas. Masyarakat harus kita lihat sebagai segala yang ada di alam semesta ini. Kita bukan pusat alam semesta. Kita adalah bagian dari kehidupan di masa lampau dan masa datang.

Tujuan dari hubungan interpersonal adalah perasaan sosial. Kita akan melihat orang-orang sebagai musuh atau kawan seperjuangan. Saat menemukan kawan seperjuangan, kita menemukan tempat berlindung dan hasrat untuk berbagi dan berkontribusi bagi masyarakat.

Dunia lebih luas dari yang kita lihat. Untuk keluar dari hubungan interpersonal, kita perlu menurut pada prinsip yang mengatakan untuk mendengarkan suara komunitas yang lebih luas, jangan melekat pada komunitas kecil yang tepat di depan mata kita.

Mungkin kita perlu memastikan apa yang kita buat berdasarkan ketulusan dalam berkontribusi, tanpa hasrat untuk diakui. Orang lain bisa tidak sepakat dan tidak kooperatif. Yang penting kita melaksanakan tugas kita dengan baik dan berbahagia karena telah berkontribusi. Kita harus berani merasa berharga baru bisa punya pemahaman tentang nilai diri kita. Kita tidak memikirkan diri sendiri pada level tindakan, tapi pertama-tama harus menerima keberadaan diri sendiri.

Diri kita bisa menjadi protagonis bagi kita. Tapi ada bahaya ketika kita menjadikan diri kita sebagai pusat dunia. Hal ini akan memungkinkan kontribusi kita terfokus pada diri kita dan kita mungkin akan kehilangan kawan seperjuangan. Dalam teori psikologi Adler, perasaan sosial sejatinya diraih ketika kita berkomitmen aktif untuk berkontribusi atas kemauan sendiri bukan sekedar hadir. Bukan sekedar ada dan melakukan sesuatu, tapi sepenuhnya berkontribusi tanpa motif tertentu.

Kalau cara seseorang untuk mendapatkan perasaan kontribusi ternyata adalah ‘diakui oleh orang lain’, dalam jangka panjang, dia takan punya pilihan selain berjalan menyusuri hidup sesuai harapan orang lain. Tidak ada kebahagiaan dalam perasaan telah  berkontribusi diperoleh melalui hasrat untuk diakui. Kita adalah makhluk yang memilih kebebasan sambil bercita-cita meraih kebahagiaan.” (Hal. 279 – 280)

Bagaimana jika kita gelisah karena orang lain tidak mampu melaksanakan tugasnya sepenuhnya?

Jangan mengintervensi! Seseorang bukan tidak mampu tapi kehilangan keberanian untuk menghadapi tugas-tugasnya. Dia bertanggung jawab untuk memulihkan keberaniannya untuk mau berubah dengan berbagai cara. Tugas pengembangan diri bukan tugas kita tapi orang itu.

Memberi Makna Pada Hidup Yang Terlihat Sia-Sia

“Kehidupan ini pada umumnya tidak berarti” (hal. 307).

Kehidupan seringkali tampak mengerikan dan kita seringkali merasa tersesat. Kita mungkin akan terjebak untuk bertanya apa arti kehidupan ini bagi saya dan bagi orang lain. Kita tersesat karena kita sedang mencoba memilih kebebasan, jalan dimana kita tidak takut dibenci orang lain dan tidak menjalani kehidupan orang lain – jalan yang milik kita sendiri. Ketika kita tersesat kita butuh bintang penuntun. Kontribusi bagi orang lain adalah bintang penutun kita. Saat kontribusi lahir dari kesadaran bahwa diri kita berharga, kita bisa melakukan apa saja yang kita suka dan berdampak bagi kehidupan tanpa takut dibenci. Dalam perjalanan ini, teman-teman seperjuangan akan ada disisi kita sepanjang perjalanan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Buku ini menarik. Ulasan ini hanya sebagian kecil dari kemenarikan yang bisa kita jumpai ketika membaca. Ini buku yang bisa menolong siapa saja yang mau membebaskan dirinya dari pikiran atau kondisi yang memberi penderitaan. Buku ini bisa membantu kita menjadi teman baik bagi diri sendiri. Tapi jangan lupa untuk baca buku ini dengan pikiran yang terbuka, sebab Berani Tidak Disukai itu suatu aksi yang tidak mudah. Kita perlu menangkap manfaat dan rambu-rambu dalam psikologi Adler. Selamat membaca.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *