Review Buku: Le Petit Prince (Pangeran Cilik) – Antoine de Saint-Exupéry

Kepada anak-anak aku mohon maaf, karena mempersembahkan buku ini kepada seorang dewasa. Aku mempunyai alasan yang kuat: orang dewasa itu adalah temanku yang terbaik di dunia. Aku mempunyai alasan lain: orang dewasa itu dapat memahami segalanya, termasuk buku untuk anak-anak.”  

Antoine de Saint-Exupéry, Le Petit Prince (Pangeran Cilik).

Novel Le Petit Prince (Pangeran Cilik) karangan Antoine de Saint-Exupéry terbit pertama kali dalam Bahasa Prancis pada Tahun 1943. Buku ini termasuk salah satu buku yang paling banyak diterjemahkan di dunia. Pesona buku ini membuatnya tak lekang oleh waktu dan telah disadur dalam lebih dari 200 bahasa. Saya membaca versi Bahasa Indonesia yang diterjemahkan oleh Henri Chambert-Loir dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Buku ini tidak tebal, hanya 120 halaman, ditulis dengan bahasa sederhana dan dilengkapi dengan beragam ilustrasi yang sangat menarik oleh sang penulis.

Antoine de Saint-Exupéry, sang penulis merupakan seorang penerbang asal Prancis. Ia pernah bertugas di salah satu penerbangan pelopor dalam membuka jalur pos menuju koloni-koloni Afrika yang terpencil dan Amerika. Selain terbang, ia juga menulis berbagai buku. Novel Le Petit Prince ditulisnya dalam pengasingan di Amerika pada masa perang. Beberapa orang yang mengenal Antoine de Saint-Exupéry berpendapat buku ini merupakan sebagian dari autobiografinya. Buku ini dipercaya merupakan upayanya untuk mengatasi krisis-krisis kehidupan yang melandanya dan semacam ungkapan perpisahannya. Tak berapa lama setelah menulis buku ini, Antoine de Saint-Exupéry yang masih dalam keadaan depresi pulang ke Prancis dan meminta ijin untuk terbang. Ia memaksa terbang ke Borgo di Corsica pada 31 Juli 1944 dan tak pernah kembali lagi. Ia diguga jatuh ke laut setelah pesawatnya ditembak oleh tentara Jerman.

Dalam La Petit Prince kita akan menikmati kisah seorang penerbang yang pesawatnya mogok di Gurun Sahara. Sang penerbang tidak membawa montir sehingga ia harus memperbaiki pesawatnya seorang diri. Dalam kesendiriannya di gurun, ia bertemu seorang pangeran cilik dari luar angkasa. Pangeran itu memintanya menggambar seekor domba. Hal ini sungguh membuat sang penerbang kaget. Ia sebenarnya pernah bercita-cita menjadi pelukis.

Di masa kecilnya, sang penerbang sempat terpesona oleh suatu buku tentang rimba raya. Dalam buku itu ia dibuat terpesona oleh gambaran seekor ular sanca yang menelan seekor binatang buas dan tidur selama enam bulan untuk mencerna mangsanya. Ia kemudian termotivasi untuk menggambarkan peristiwa itu dengan sebuah pensil berwarna. Gambarnya kemudian ia tunjukkan kepada orang dewasa dan ia bertanya apakah gambar itu membuat mereka takut. Respon orang dewasa mengecewakannya, mereka memberi tafsir berbeda terhadap gambarnya. Mereka tidak melihat gambar gajah dalam perut ular sanca tapi sebuah topi. Ia kemudian menggambar lagi agar orang dewasa mengerti tapi ternyata mereka kembali menafsir berbeda. Peristiwa ini kemudian mematahkan keinginannya menjadi pelukis.

Permintaan seorang pangeran cilik yang di masa dewasanya kemudian memaksa sang penerbang kembali menggambar. Karena telah lama tidak menggambar, ia merasa gambar dombanya mirip. Menariknya sang pangeran cilik tetap melihatnya sebagai seekor domba tapi dalam wujud yang baginya sudah tua. Ia ingin domba yang muda sehingga bisa hidup lama. Karena memikirkan pesawatnya yang butuh diperbaiki, sang penerbang kemudian menggambar sebuah kotak dan bilang bahwa domba yang diinginkan pangeran cilik ada didalam kotak itu. Sang pangeran cilik senang karena menemukan bahwa kotak ini sesuai untuk tempat tinggalnya yang kecil.

Kisah itu kemudian memulai perkenalan seorang pria dewasa dengan seorang pangerang cilik. Melalui percakapan mereka, si pria dewasa kemudian tahu bahwa sang pangeran berasal dari luar angkasa, dari sebuah planet yang sangat kecil. Disana ia memiliki tiga gunung berapi setinggi lutut dan sekuntum bunga yang selalu dirawatnya. Suatu hari, ia melarikan diri dari planetnya dan mengunjungi satu per satu planet kecil yang ada di wilayah Asteroid 325 – 330 untuk mencari kesibukan dan menimba beragam pengalaman.

Dalam kunjungan sang planet cilik ke 6 tempat yang berbeda, ia berjumpa dengan satu tokoh yang seorang diri mendiami asteroidnya. Keenam tokoh itu ada yang seorang raja, seorang sombong, seorang pemabuk, seorang pengusaha, seorang penyulut lentera, dan seorang ilmuan tua. Setelah mengelilingi asteroid itu ia tiba di planet bumi. Planet bumi dirasanya mengagumkan karena jumlah raja, pemabuk, pengusaha, penyulut lentera, dan ilmuan bisa berkali-kali lipat di bumi. Sayangnya, ia tak menemukan seorang pun ketika tiba di bumi. Ia malah ular yang dijumpainya. Dalam perjalanannya di gunung, ia kemudian bercakap-cakap dengan bunga-bunga marar, gema, rubah, dan kemudian manusia – sang penerbang. Menjelang kepergiannya dari bumi, Pangeran Cilik juga bertemu tukang wesel rel kereta api, pedagang pil ajaib, dan manusia-manusia lainnya.

Dalam setiap kisah perjalanan sang Pangeran Cilik, kita akan melihat bagaimana pandangan-pandangan orang dewasa terhadap kehidupan dan bagaimana seorang anak kecil melihat itu semua. Buku ini semakin menarik dengan ilustrasi-ilustrasi sesuai topik cerita. Ilustrasi-ilustrasi ini membuat saya ingin menikmati buku ini bersama keponakan saya. Tapi membaca buku ini sebagai orang dewasa membuat saya merenung secara mendalam bagaimana kita memandang hidup dan memaknainya.

“Aku selama ini menganggap diri kaya dengan sekuntum bunga tunggal, padahal aku hanya memiliki sebuah bunga mawar biasa. Bunga itu serta tiga gunung berapi yang hanya setinggi lututku, apalagi yang satu barangkali sudah padam untuk selama-lamanya, tidak menjadikan aku seorang pangeran yang begitu agung…” Dan berbaring di rerumputan, Pangeran Cilik menangis.

Antoine de Saint-Exupéry, Le Petit Prince (Pangeran Cilik) hal. 80.

Buku ini membuat saya terus tersenyum setelah membacanya. Buku ini saya maknai sebagai perjumpaan seorang dewasa dengan kemurnian pandangan yang telah kita tinggalkan ketika beranjak dewasa. Dalam suatu kesulitan yang membuat kita terperangkap seorang diri, kita mungkin punya kesempatan untuk bertemu seorang Pangeran Cilik yang membantu kita berpikir kembali tentang kehidupan manusia; tentang nilai-nilai apa yang masih kita pegang dan nilai-nilai apa yang telah hilang dari dalam diri kita.

Bagi kalian yang juga mencintai Pangeran Cilik, seperti bagiku, alam semesta sama sekali lain kalau di suatu tempat, entah di mana, seekor domba yang tidak kita kenal, sudah atau belum memakan setangkai bunga mawar… Pandanglah langit. Tanyakan pada dirimu sendiri; apakah domba sudah memakan bunga itu atau belum? Dan kalian akan lihat betapa segala sesuatu berubah… dan orang dewasa satu pun tidak pernah akan mengerti betapa pentingnya.”

Antoine de Saint-Exupéry, Le Petit Prince (Pangeran Cilik) hal. 112-113.

Di halaman terakhir, sang penulis memberi ilustrasi tempat dimana ia berjumpa Sang Pangeran Cilik. Jika suatu waktu kita disana dan bertemu sosok Pangeran Cilik seperti telah penulis gambarkan, kita diminta untuk mengabarkan sang penulis. “Jangan biarkan aku begitu sedih: segeralah tulis kepadaku bahwa ia telah kembali…”

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *